Sunday, January 2, 2011

buat kamu yang (katanya) aktivis, pliss ini amanahmu juga

“dia kan kerjaannya belajar doang…”

“yaa wajar ajaa..”

 

dueng dueng, sebelum ikutan manggut2 mendengar statement diatas.

solilokui dulu.

 

melompat-lompat.

itu yang mungkin selalu menjadi aktivitas-mu setiap harinya, wahai para aktivis..

hidupmu bukan cuma dikelas,

tapi sekre ini-itu,

atau mushalla fakultasmu,

atau masjid kampusmu,

atau mungkin masjid sekolahmu dulu,

atau ruang2 serba(guna) hadiri acara ini-itu

atau selasar2 tempat kajian itu-diskusi ini

atau perpus,,

atau..

masih banyak lagi tempat-tempat yang jadi daftar tempat yang harus kau datangi demi memanfaatkan –masa mudamu-

 

melompat-lompat.

dari satu pos ke pos yang lainnya.

meski tak bisa lama hinggap.

tapi kehadiranmu tak bisa didelegasikan oleh yang lain.

harus dirimu.

ini tugasmu.. dan itu juga kewajibanmu.

ini tanggungjawabmu..tapi itu juga menuntut hakmu.

Jadi ?

**

huahh.

sampai kini, penyakit deadliners belum juga hilang dalam diri saya.

 

status saya dikampus sampai kini masih sama : mahasiswi.

tapi, lebih dari itu semua,

sebelum dan setelah menjadi mahasiswi, saya ini sebagai : da’i.

nahnu du’at qabla kulli syaii.

nah, saya jadi teringat nasihat seorang ustaadz,

: kalian itu bukan mahasiswa yang berdakwah, tapi kalian adalah  da’i yang kuliah :

Pernyataan itu memang telah mewakili semua bagian yang awalnya ingin saya tulis.

tapi, ah biarlah, biarkan jari-jemari ini terus menuliskan apa yang ingin ia torehkan, sekedar berbagi..

toh, menulis pada akhirnya adalah satu bentuk remind buat diri sendiri.

ya gak , Zah ?^^

 

**

Oleh sebab, kita bukan mahasiswa yang berdakwah, tapi kita adalah  da’i yang kuliah.

Justru karena alasan itu, harusnya…

harusnya saya bukan lagi orang2 yang membenarkan :

“dia kan kerjaannya belajar doang… ya wajar ajaa..”

 

hua… justru karena kita bukan mahasiswa yang berdakwah, tapi kita adalah  da’i yang kuliah.,

harusnya saya ada di garda terdepan urusan ini-itu.

dasarnya kan jelaas : fastabiqul khairaat.

Harusnya… saya harus benar2 disiplin dalam menyelesaikan tugas2 macam itu.

ya. tugas kuliah.

bukan menjadi orang yang paling akhir mengumpulkan, apalagi melewati batas akhir.

Harusnya… saya bukan menjadi orang yang duduk di paling pojok belakang di kelas. (gara2 datang terlambat)

Harusnya ini – Harusnya itu.

kesemua -harusnya- dalam bentuk paling ideal.

 

Susah memang,

, tapi bisa.

kuncinya ya cuma satu : MAU

 

kesemua ini bukan demi siapa2, tapi demi diri sendiri dalam peningkatan kompetensi.

 

lalu tentang,

tentang amanah ini-itu.

mungkin itu yang (kadang) menjadi alasan, atau dijadikan alasan ?

haah, itu hanya masalah konsekuensi.

konsekuensi yang memang harus diambil setelah kau memilih jalan ini,

jalan juang ini.

memang begini medannya. siapa bilang manis ?

pahiiiit… memang pahit.

tapi ini belum ada apa-apanya dibanding medan Rasul dan Para Sahabat menebar Diinul Islaam di muka bumi.

Maka tak bijak jika kau jadikan ini sebagai alasan.

atau, perlu pengulangan sekali lagi ?

; kita bukan mahasiswa yang berdakwah, tapi kita adalah  da’i yang kuliah.

  

Barakallahu lakum.

semoga Allah memberkahi setiap langkahmu pada jalan ini, jalanjuang ini.

 

karena kesemuanya itu,

adalah amanahmu juga.

amanah LD – amanah siyasah – amanah akademis – amanah ‘ananda’ pada ayah-bunda. 

atau amanah-amanah lainnya,

yang ‘hinggap sejenak’ dibahumu.

sejenak saja, karena nanti, ia-nya juga akan meminta pertanggungjawabanmu,

tanggung jawabmu, semuanya, sedetail-detailnya.

 

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya dan dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”

(QS. An Nahl ; 125)

 

tetaplah menjadi teladan,

sebab teladan akan lebih mengena.

dibanding kata, dibanding retorika..

 

“Ini salah satu musykil pelik yang menimpa struktur psikologis kepribadian kita kaum muslim. Kehendak (iradah) kita selalu menderita satu dari dua penyakit ini: terlalu lemah atau cepat puas. Kemauan kita sering terlalu lemah dan tidak memiliki daya dorong yang dapat menggerakkan fisik kita. Ini ditandai dengan kecenderungan kuat untuk malas, santai, dan senang pada yang ‘biasa-biasa’ saja. Kadang ada kemauan berbuat. Tapi proses kreatif kita dalam berbuat dan berkarya sering terputus di jalan, karena terlalu cepat puas. Misalnya seorang gembong sekuler di negeri kita yang ketika kumpulan tulisannya dibukukan, ia segera merasa diri telah jadi pemikir. Padahal tulisan-tulisan itu dikumpulkan dengan rentang waktu 15 tahun.

Kedua gejala penyakit yang menimpa kemauan kita ini, adalah dari psikologis masyarakat terbelakang. Ia bukan saja menimpa masyarakat awam, tapi sering juga menimpa cendekiawan, bahkan juga para du’at. Mungkin ada baiknya merenungi kata seorang penyair Arab: Bila jiwa itu besar, raga akan lelah mengikuti kehendaknya.”

(Arsitek Peradaban, Anis Matta)


*al ‘izz…

ditengah tugas2yangmasihmenanti, uasyangjugaakanbertamudiduatigapekanjanuari, peer2 lainnya juga masih menunggu kerjanyatamu, Zah….!

Bismillah, senyumin aja dulu,

biar berkah ^^

3 comments:

alflailwalail 1001 said...

^^ betulllllll

isa anshori said...

hm.. kalau bisa sih warna tulisan kontrasnya dari warna background :(

btw, kuliah harus tetap nomer satu. setelah itu baru berdakwah. insyaallah kalian akan punya wibawa diantara teman2mu (bila kamu berprestasi di kampus) :)

nur izzah robbaniyah said...

ditampung sarannya ..
:)

kuliah ,insya Allah, dakwah juga... ^^

Post a Comment