RemaZah – Menengah Pertama
Masa-masa menengah pertama, 3 tahun saya
habiskan di sebuah sekolah negeri yang letaknya tidak jauh dari rumah.
Kata sebagian orang, masa SMP itu masa remaja, masa transisi seorang
manusia, dari kanak menuju dewasa. Ya, itu definisi dari segi
perkembangan manusia. Meski dalam Islam, saya belum pernah menemukan
istilah remaja didalamnya.
Baiklah, seperti yang sebelumnya pernah saya
paparkan, hehe. Masa menengah pertama banyak memberikan saya pengalaman
ngawur dan hedon. Haha.
Masa itu, banyak hal yang membuat saya
berubah. Dari mulai dari segi berpakaian, hingga pergaulan. Hehe. Dulu
sewaktu SD, saya menurut saja apa “pemberian” dari orangtua, terutama
Ibu. Ibu seringkali membelikan atau menjahitkan untuk saya baju-baju
gamis, jubah, pokoknya baju muslim banget deh, yang biasanya cuma
dipakai setahun sekali oleh teman-teman saya yang lainnya alias hanya
saat pesantren kilat Ramadhan. Sementara saya? Huh! Nah, saya bosan
dengan style yang –hanya- mengikuti apa yang disediakan oleh Ibu. Sampai pada akhirnya, hahaa… saat kelas 1 atau 2 SMP: “Mi*,
aku mau beli baju, tapi gak mau baju muslim, gak mau gamis, gak mau
rok. Aku mau celana jeans. Masa dari dulu aku belum punya celana jeans
teman2 aku kalau main pada pake celana jeans dan t-shirt. Aku?” , sedikit menuntut saya menyampaikannya pada Ibu. Haha. Tapi saya tak menyangka, Ibu saya dengan bijaknya berkata “Ya udah, nanti dibeliin deh, celana jeans”. Bahagia sekali rasanya. Hahaa. Jeans pertama yang saya punya. Hehe.
Teman-teman di sekolah yang membuat saya
merasa sangat diterima. Menganggap saya orang yang agak ‘alim. Alih-alih
pada akhirnya saya dijadikan sekretaris Rohis. Padahal sejujurnya, saya
ingin sekali menjadi seperti mereka, loh. Makanya, sesekali saya ikut
“main” dengan mereka. Hang-out, ngedance, nyanyi2 bareng sambil main gitar, yang kadang saya masih suka menyesal: kenapa dulu gw gak mau yaa diajarin main gitar?
Hhe. Hal konyol lainnya, pernah juga saya menemani seorang teman dekat
saya, waktu itu, dia mau kabur –dalam arti sebenarnya- dari rumah. Kabur
bersama pacaranya. Bodohnyaaaaaaaaa…. Malah saya temani tuh anak.
Hahah. Haduuh. Jadi kasus di sekolah, berkali-kali saya dibawa ke ruang
BK, dimintai penjelasan mengenai kronologi perjalanan saya dan teman
saya itu. Ya, sudahlah, masa lalu. Itu polos atau bodoh, saya juga gak
tau. Pengalaman berharga buat saya, kalau mau tolong menolong itu yaa
dalam rel kebaikan aja. Hehe. Sekarang dia sudah dengan kehidupan
barunya di seberang pulau sana, Insyaa Allah. :)
Menengah pertama juga jadi masa-masa yang
kata orang ada cinta pertama, ya. Hehe. Yaaa, sebagai perempuan normal,
saya juga merasakan hal itu. Eiits, itu bukan cinta deng. Saya
yakin betul itu. Hanya –pernah naksir- juga ditaksir lelaki saat itu.
#ciee. Sudahlah, itu kisah lalu. Untungnya tak pernah ada yang
“kejadian”, ya memang sejak dulu saya sudah memegang prinsip : No pacaran before married. Hehe.
Beberapa teman saya pun mengikuti prinsip saya looh. Hoho. Jadi ya,
Cuma buat suka-sukaan aja. Anehnya, ada satu orang yang saya taksir
waktu SMP, eh masa dia baru bilang saat saya kuliah tingkat dua.
#huuuuuuuuuuuuu Coba kalau dulu dia bilang. Hehe. *apasiii*
Well, Menengah pertama,
saya masih memiliki orangtua yang luarbiasa memberikan kebebasan pada
saya. Selama masih dalam jalur yang baik, menurut mereka. Selain itu,
karena saya juga masih mengikuti apa mau-nya Ibu waktu itu, beliau yang
meminta saya untuk sepekan sekali hadir kerumah temannya, bertemu dengan
anak-anak yang seusia saya juga saat itu, ternyata namanya: Halaqah. ^^
*Mi: panggilan saya buat Ibu saya, Ummi. :)
*masih to be continued, yaa, InsyaAllah* :)