Terlepas dari Qadarullah, sekarang saya sadar, bahwa memang ada
saat-saat dimana kesempatan itu tidak akan pernah bisa hadir, dua kali.
Maka, memilih untuk menerima atau memilih (lebih) memilih-milih adalah pilihan.
Saya masih ingat betul, ketika masih sekolah di menengah atas, saya ditawari kendaraan oleh Ayah saya.
Kata Beliau : “Kamu butuh motor? Kalau mau, tapi yang M*O” (menyebut salah satu merk motor matic)
Saya : “iya maauuu. tapi ga mau matic, maunya yang biasa, yang gigi”
Entahlah, pikiran saya dikala itu, matic itu gak kece. Terlalu
feminin (lah padahal saya juga perempuan sih, hhe). Tapi yaa saya lebih
berharap dikasih motor nonmatic. Begitu.
Pada akhirnya, saya benar2 tidak “mendapat” motor pribadi dari ayah saya, sampai detik ini. Hehe. Yaa karena penolakan (saya) itu. #Think- 1
Saya juga masih ingat betul, masih ketika SMA, ada yang bersedia
untuk menjadi pelatih saya buat menyetir mobil. Tapi karena beberapa
faktor, lagi-lagi penolakan saya, saya belum sempat
belajar menyetir mobil, baru sekali waktu itu. Sampai detik ini, sampai
emang taqdirnya juga sih, mobilnya sekarang udah ga ada, alias dijual.
:( *dan saya belum bisa nyetir* #Think- 2
#Think- 3
*ini kenapa endingnya jadi begitu yah, hehe*
~Safar 1434
0 comments:
Post a Comment