Saturday, December 18, 2010

(Bila memang ia), Futurku, cukuplah sebatas itu saja.

Buram.

 

kalau bukan yang kedua, itu adalah yang ketiga.

aku tak ingat pasti.

yang jelas, itu bukan kali pertama.

 

ya. Malam itu, aku kembali menyusuri jalan Jakarta-Bekasi dengan gelap-gelapan. Tanpa adanya alat penerang di motorku. Mati. Tak nyala. Innalillahi. Mencoba mencari ’tenaga ahli’, tapi sayang, apa daya, semua kios yang biasa punya andil nyaris menutup diri semua. Qadarullah,,

 

Tak sebegitu paniknya sih, yah.. ini bukan kali pertama, karena sebelum-sebelumnya, aku juga pernah mengalami hal yang sama, bahkan dengan jarak yang lebih jauh lagi, juga malam yang lebih larut lagi. hehe..

 

Bisa jadi ini teguran, ; pulangnya kemaleman.. L

 

Bahaya ? ya.. mau gimana lagi.. hidup harus tetap dijalani, hoho

* gaya bet dah..

 

eniwei, setelah mengalami peristiwa yang itu-itu lagi,

baru untuk malam kemarin akhirnya aku mampu ‘membaca’ sesuatu yang lain dari pengalamanku yang sudah sekian kali itu,

mungkin ini juga pengaruh dari berbagai hal2 yang akhir2 ini memenuhi ruang berpikirku sekaligus benak hati.

halahh.. kebanyakan cuap2 yaak..

 

okee, aku akan mulai merefleksikan lagi perasaan campur-adukku saat itu. Pada intinya, aku gak suka gelap.

Buraaaaaaaammmm...

Hidup terasa remang-remang. Apalagi dengan mataku yang udah agak remang. hah ? Iya. Begitu. Gak kurang. Gak lebih. Gelap itu, gak enak. Menyiksa. Manusia dikira bayangan. Bayangan dikira polisi tidur. Wah.. begitu dah pokoknya. Walhasil, kalo gak bener2 awas, bisa jedag-jedug itu.

 

Tapi malam itu, yaa.. meskipun aku sedang –gakpunyalampusendiri-, setidaknya, masih banyak lampu2 kendaraan lain plus lampu2 jalan yang menerangi, jiahh... Dengan kata lain, ya Alhamdulillaah J, masih ada yang teraaaang..

 

Sampai akhirnya, aku melewati suatu ruas jalan bla bla bla, gak ada lampu jalannya, gak ada lampu kendaraan lain, mau gak mau lagi, yaa..daripada berhenti, ya jalan aja, dan bener banget, bener2 gelap, sangat.

 

**

hmm, kondisi2 itu berbeda.

dan jelas sekali perbedaannya.

 

Seandainya kita menyusuri jalan (terus2an) tanpa –penerangan-,

apa jadinya?

Dan kala itu, aku masih sangat bersyukur, meskipun lampuku mati, tapi sekelilingku masih banyak yang menerangi.

 

Dan jika suatu saat, ia adalah futurku, maka ku harap, sebatas itu saja.

Ya, sebatas itu saja, saat aku masih mampu dan mau  berkumpul bersama orang-orang yang menjadi mediator peneranganNya, untuk  menerangiku...

 

Tapi tetap saja, punya –andalan penerangan- dari diri sendiri itu, itu jelas-jelas lebih mutakhir.

teraaaang. teraaaang. teraaaaaaang.

tarbiyah dzatiyah, harga mati !

2 comments:

sarah saskia said...

haaaaaahh...ternyata neon itu ada di dalam diri sendiri dan ada di dalam dirimu, saudari :)

nur izzah robbaniyah said...

bukan sekedar neon, nona.
Ia cahaya, cahaya di atas cahaya... :)

aku? hanya sekedar perantaranya saja, mungkin.. :)

#ini postingan lama neng, tadi aku cari2 selepas ku baca blogmu yang itu :D

Post a Comment