Tuesday, January 8, 2013

Metamorfozah #2

RemaZah – Menengah Pertama

Masa-masa menengah pertama, 3 tahun  saya habiskan di sebuah sekolah negeri yang letaknya tidak jauh dari rumah. Kata sebagian orang, masa SMP itu masa remaja, masa transisi seorang manusia, dari kanak menuju dewasa. Ya, itu definisi dari segi perkembangan manusia. Meski dalam Islam, saya belum pernah menemukan istilah remaja didalamnya.

Baiklah, seperti yang sebelumnya pernah saya paparkan, hehe. Masa menengah pertama banyak memberikan saya pengalaman ngawur dan hedon. Haha. 

Masa itu, banyak hal yang membuat saya berubah. Dari mulai dari segi berpakaian, hingga pergaulan. Hehe. Dulu sewaktu SD, saya menurut saja apa “pemberian” dari orangtua, terutama Ibu. Ibu seringkali membelikan atau menjahitkan untuk saya baju-baju gamis, jubah, pokoknya baju muslim banget deh, yang biasanya cuma dipakai setahun sekali oleh teman-teman saya yang lainnya alias hanya saat pesantren kilat Ramadhan. Sementara saya? Huh! Nah, saya bosan dengan style yang –hanya- mengikuti apa yang disediakan oleh Ibu. Sampai pada akhirnya, hahaa… saat kelas 1 atau 2 SMP: “Mi*, aku mau beli baju, tapi gak mau baju muslim, gak mau gamis, gak mau rok. Aku mau celana jeans. Masa dari dulu aku belum punya celana jeans teman2 aku kalau main pada pake celana jeans dan t-shirt. Aku?” , sedikit menuntut saya menyampaikannya pada Ibu. Haha. Tapi saya tak menyangka, Ibu saya dengan bijaknya berkata “Ya udah, nanti dibeliin deh, celana jeans”. Bahagia sekali rasanya. Hahaa. Jeans pertama yang saya punya. Hehe.

Teman-teman di sekolah yang membuat saya merasa sangat diterima. Menganggap saya orang yang agak ‘alim. Alih-alih pada akhirnya saya dijadikan sekretaris Rohis. Padahal sejujurnya, saya ingin sekali menjadi seperti mereka, loh. Makanya, sesekali saya ikut “main” dengan mereka. Hang-out, ngedance, nyanyi2 bareng sambil main gitar, yang kadang saya masih suka menyesal: kenapa dulu gw gak mau yaa diajarin main gitar? Hhe. Hal konyol lainnya, pernah juga saya menemani seorang teman dekat saya, waktu itu, dia mau kabur –dalam arti sebenarnya- dari rumah. Kabur bersama pacaranya. Bodohnyaaaaaaaaa…. Malah saya temani tuh anak. Hahah. Haduuh. Jadi kasus di sekolah, berkali-kali saya dibawa ke ruang BK, dimintai penjelasan mengenai kronologi perjalanan saya dan teman saya itu. Ya, sudahlah, masa lalu. Itu polos atau bodoh, saya juga gak tau. Pengalaman berharga buat saya, kalau mau tolong menolong itu yaa dalam rel kebaikan aja. Hehe. Sekarang dia sudah dengan kehidupan barunya di seberang pulau sana, Insyaa Allah:)

Menengah pertama juga jadi masa-masa yang kata orang ada cinta pertama, ya. Hehe. Yaaa, sebagai perempuan normal, saya juga merasakan hal itu. Eiits, itu bukan cinta deng. Saya yakin betul itu. Hanya –pernah naksir- juga ditaksir lelaki saat itu. #ciee. Sudahlah, itu kisah lalu. Untungnya tak pernah ada yang “kejadian”, ya memang sejak dulu saya sudah memegang prinsip : No pacaran before married. Hehe. Beberapa teman saya pun mengikuti prinsip saya looh. Hoho. Jadi ya, Cuma buat suka-sukaan aja. Anehnya, ada satu orang yang saya taksir waktu SMP, eh masa dia baru bilang saat saya kuliah tingkat dua. #huuuuuuuuuuuuu Coba kalau dulu dia bilang. Hehe. *apasiii*


Well, Menengah pertama, saya masih memiliki orangtua yang luarbiasa memberikan kebebasan pada saya. Selama masih dalam jalur yang baik, menurut mereka. Selain itu, karena saya juga masih mengikuti apa mau-nya Ibu waktu itu, beliau yang meminta saya untuk sepekan sekali hadir kerumah temannya, bertemu dengan anak-anak yang seusia saya juga saat itu, ternyata namanya: Halaqah. ^^



 *Mi: panggilan saya buat Ibu saya, Ummi. :)

*masih to be continued, yaa, InsyaAllah* :)

Sunday, January 6, 2013

metamorfozah #1





Saya hanya sedang ingin mengingat masa yang telah lalu. Mungkin suatu saat saya lupa, atau mungkin suatu saat saya telah tiada. Maka disini saya akan coba menulis dan berbagi, semoga ada manfaat yang bisa diambil, meski sedikit saja. :)



Saya bingung mau menyebutnya apa, jadi namakan saja

: M-E-T-A-M-O-R-F-O-Z-A-H :



Lahir sebagai sulung, dengan 3 ukhti dan 2 akhi sedarah. Keenamnya terlahir dari rahim seorang perempuan yang teramat mulia dan seorang ayah yang –terlalu- banyak jasa.



Sebuah Metamorfozah, :)



Bayi dan Balita. 

Tidak banyak yang saya ingat di masa ini. Untuk mengingat-ingatnya, ya saya secara langsung suka meminta orangtua saya untuk menceritakan masa kecil saya. Ceritanya gak jauh-jauh dari kebiasaan saya yang suka makan roti segigit, kemudian langsung membuang roti tersebut. Juga cerita-cerita lainnya, yang jujur saya gak ingat, beneran. haha. Padahal katanya ini golden age ya? hehe




Kanak.

Saya pernah masuk TK, tapi keluar tanpa ijazah TK. hehe. Masuk ke TK A setahun, namun kemudian akselerasi langsung ke kelas 1. hehe. Thats why, kenapa usia saya -kemudaan- setahun dibanding usia teman2 normal saya di kelas. Well, Ada satu teman TK saya yang masih saya ingat sampai detik ini, namanya "Afifah". Disaat saya dan teman-teman yang lain masih iqra' 1, dia sudah lancar membaca Al Quran. Saya iri betul padanya. Sampai beberapa tahun kemudian, saya dengar kabar bahwa dia sudah menyelesaikan hafalan 30 Juznya. Pernah jadi korban Tsunami 2004 lalu, Alhamdulillaah ia selamat padahal sekitarnya telah jadi puing-puing. Sayapun berpikir, Allah pasti selalu lindungi keluargaNya di bumi, dan kalau tidak salah, sekarang dia tinggal di Aceh bersama keluarga barunya.  MaasyaAllah :)

Saya bahagia mengenalnya, meski sebentar. :)

Setelah menyelesaikan TK setahun yang berujung tanpa gelar. *halaah*. Ibu saya mendaftarkan saya di sebuah sekolah dasar negeri, yang seluruh siswanya masuk siang. Alasan Ibu jelas betul, karena saya tidak bisa bangun pagi. :(

Jadilah saya siswa selama enam tahun yang baru mulai sekolah jam 12, sampai sore hari. Tapi selain itu, Ibu juga mendaftarkan saya di sebuah Madrasah Diniyah Awaliyah (semacam tempat ngaji gitu), jadi tiap pagi tetep aja, saya ngaji jugaaaaaa.

Kisah SD yang tidak pernah saya lupakan, hari pertama sekolah saya menentang orangtua saya dan berkata “aku gak mau pakai jilbab, malu. Ga ada temennya”, tapi kemudian orangtua saya mengiyakan “yaudah terserah kamu, nanti kalau di sekolah ada temannya yang pakai, besok pakai yaa :)"

Dengan PDnya, hari pertama kelas 1 SD, saya dengan seragam yang tanpa jilbab. Hehe. Ternyata di sekolah ada 1 orang yang pakai jilbab. Besoknya saya langsung bilang ke Ibu saya kalau “Mulai besok aku sekolahnya pakai jilbab! ”



Makanya, sampai sekarang, kalau ada yang bertanya, sejak kapan saya pakai jilbab, seenaknya saya bilang : sejak bayi kali, hehe. Tapi sempat dibuka di hari pertama sekolah, :D

Sekolah Dasar, enam tahun yang tak terasa, mengantar pada sebuah masa selanjutnya. Banyak diskusi dengan orangtua, mereka yang sungguh tidak banyak sekali memaksa. Contoh simpelnya: waktu ada acara PERSAMI –Perkemahan Sabtu Minggu-, disaat ada beberapa orangtua dari teman saya yang tidak mengizinkan anak-anaknya ikut. Tapi orangtua saya yang legowonya, mengizinkan saya. Haha. Senang punya orangtua yang “membebaskan” anak-anaknya. Ada lagi, saat kelas 6 SD, saya “bergaya” mau fokus Ujian kelas 6, jadi saya minta ngajinya “diberhentikan”. Mereka pun mengizinkan.

*Hal yang sampai sekarang kadang masih membuat saya menyesal, kenapa saya berhenti -mengaji- saat itu? Tidak tuntaskan hafalan dan selanjutnya masa SMP yang benar-benar membuat saya ngawur dan hedon




Hehe



*to be continued, Insyaa Allah* :)

 #SAfar1434
- 070113